Rasa sedih yang di tulis di atas daun lontar tidak sanggup mengajarkan duka dan kebahagiaan. Betapapun sedih isi tulisannya tak akan mampu menjamah duka cita yang sebenarnya. Begitu juga kegembiraan yang membuat tertawa seseorang sampai terbahak-bahak pasti tidak berdaya dan hambar rasanya bila di tuliskan.
Kesediahan dan kesenangan duniawi yang diukir di atas lempengan kalbu hanyalah bentuk tanpa nafas kehidupan apabila di hadapakan dengan kebahagiaan sejati dan teguhnya keyakinan jiwa. Tertawa riang yang dijawantahkan di dalam tulisan karena dirimu yang bahagia hingga makna yang hendak disampaikan bentuk tertuju khusus buatmu.
Pakaian yang dikenakan tubuh telanjang saat masuk ke kamar mandi adalah kulit. Mengapa kau hanya terdiam menunggu di luar dan melihat pakaianmu sendiri? Kawan, lepaskan pakaianmu dan masuklah ke dalam. Pintu masuk akan tertutup apabila masih kau kenakan pakaianmu. Raga ini tak tahu menahu dengan jiwa seperti halnya baju kita tidak tahu menahu dengan tubuh.
Seseorang mesti bergegas ke pabrik roti demi mendapatkan roti, tetapi dia akan menggadaikan jiwanya bila melihat roti paling lezat. Seseorang biasanya pergi ke taman agar dapat menyaksikan keindahan taman dan enggan kembali bila tahu keindahan sejati.
Seorang perindu dunia semisal merindukan sebongkah tembok yang di sinari matahari. Dia tidak pernah berusaha memahami bahwa cahaya cemerlang bukan dari dinding itu sendiri melainkan dari pancaran sinar matahari yang beredar di langit ke empat. Tidak mengapa bila dinding itu tidak sanggup menguasai dirinya; bagaimana jadinya bila cahaya matahari kembali pulang ke asalnya dan di haramkan bagi dinding itu untuk selama-lamanya?