Semula saya sudah legowo keangkuhan bocah bernama pena Afi Nihaya Faradisa itu luruh dan tumbang oleh dugaan plagiarisme. Senyum saya berulang sambil terus menakjubi indahnya skenario Allah. Allah yang Maha Lathif, lembut dan cerdik dalam mengatur skenario.
Namun siang ini tiba-tiba saya tersentak oleh obrolan di sebuah grup. Seorang bertanya, apa betul arti bahasa Arab Afi Nihaya Faradisa itu adalah “Apakah di hari akhir itu ada surga?” Tentu saja ada campuran gado-gado dari bahasa Inggris, karena bahasa Arab tidak mengenal Faradisa (Paradise, Inggris).
Tiba-tiba dada saya berdegub kencang, lebih cepat dari keinginan jari saya untuk menjawab, “Iya, benar.” Sampai kemudian ada member lain yang menjawabnya.
Jujur, sebelumnya saya tidak mengira namanya “sedalam” itu. Saya hanya membatin, “Wah, anak ini "pinter" milih nama cakep.” AFI kependekan dari nama aslinya: Asa Firda Inayah. Lalu tambahan Nihaya Faradisa sebagai pemanis, atau mungkin bermakna “Surga Terakhir.” Tapi pertanyaan siang tadi bagai petir di siang bolong.
Ternyata fenomena Afi ini tidak cukup sebagai bocah lugu yang mencoba menggugat akar-akar keislaman. Hanya ABG yang sok genit-genit pemikiran lazimnya para liberalis lainnya. Sampai akhirnya kegenitan itu membuatnya terperosok ke lobang plagiarisme. Tidak.
Kini saya baru sadar kenapa begitu isu Afi yang nge-hit dengan Warisan-nya langsung dilahap oleh Metro TV, Kompas TV, diundang di _Car Free Day_ di Jakarta bareng Kominfo, didapuk berbicara di istana akademisi super wah bernama UGM, dan seterusnya.
Afi tak ubahnya Saenih, nenek Warteg yang namanya melambung sebagai ikon monsterisasi perda Syariah, Ramadhan tahun lalu. Dilambungkan oleh Kompas TV, diakhiri dengan “smash” sekelas Kepala Negara (Jokowi) yang memberi bantuan uang tunai 10 juta.
Afi bahkan lebih canggih, karena dipersiapkan terlebih dahulu. Saya mendengar ada tangan dingin Harry Sufehmi (pendiri Masyarakat Indonesia Anti Hoax) yang memoles Afi menjadi sedemikian tenar. Tepuk tangan untuk: Hoax Tereak Hoax!
Tapi sebenarnya bukan itu yang bikin jantung saya berdegup lebih kencang dari biasanya. Kalau soal poles memoles kebusukan jadi tampak berlian, itu sih memang keahlian kelompok sebelah.
Tetapi ada makna cukup mendalam dari kata-kata Afi Nihaya Faradisa. Di balik keindahan pelafalan nama tersebut, tersimpan sebuah misi untuk kafir (tidak mengimani) kepada hari akhir.
Saya pun baru sadar, kenapa Al-Quran mengulang-ulang kata iman kepada hari akhir dan digandeng dengan keimanan kepada Allah. Dalam keawaman, semula saya duga ini hanya retorika Al-Quran menghadapi kebiasaan orang-orang kafir di masa lalu. Ternyata tidak.
Di balik labeling “Para pengkapling surga” yang sering mereka sematkan kepada kelompok Islamis, di situ terkandung pesan dan ajakan untuk kafir kepada hari akhir. Awalnya memang seperti guyonan, “Ah, sampeyan kayak yang punya surga saja.. Tingkahmu seperti pengkapling akhirat saja...” dan seterusnya.
Namun siapa sangka ternyata apa yang mereka simpan jauh lebih dahsyat daripada itu. Saya baru menyadari dari nama Afi sebagaimana di atas, entah kalau Anda.
Orang lain mungkin menganggap saya kejam, ikut-ikutan memvonis Afi yang (katanya) masih bocah. Sebagai orang Islam, saya sih santai saja. Toh dosa dan pahala dalam Islam tidak diukur dari SMA, SMP atau SD. Islam hanya mengenal “anak-anak” dan “dewasa.” Begitu seseorang telah akil baligh, seluruh ucapan dan tindak-tanduknya berkonsekuensi dosa, atau pahala.
Apalagi, ternyata di balik itu semua, Afi bukanlah Afi yang bocah biasa. Ia adalah kotak pandora, yang makin dibuka, makin ketahuan misteri di dalamnya. Afi adalah sebuah sistem untuk mengajak Indonesia tidak lagi hanya sekular, tetapi mengingkari akan adanya hari akhir.
Secuil Pikiranku Saja,
Sumber: Winda Luri
Jogjakarta
3 comments
Kalo ini ada hasil pemikiran anda pribadi.. tapi bila di tulis di media massa seperti ini.. tanpa ada bukti kuat yang bisa di pertanggung jawabkan secara hukum.. itu artinya anda sudah melakukan Fitnah... ^_^ .... hati2lah dalam melakukan sesuatu...
١- أٙ فِيْ بٙيْتٍ رٙجُلٌ؟
٢- أ في بٙلٙدٍ رٙئِيْسٌ؟
٣- أٙ فِيْ نِهٙاْيٙةٍ جٙنّٙةٌ؟
Baiklah, sengaja tiga kalimat di atas saya tulis lengkap dengan harakatnya. Demi untuk memudahkan teman-teman yang tidak bisa bahasa Arab membacanya. Walau jujur, untuk nulis bahasa Arab di hape lengkap dengan harakatnya itu susah. Saya harus milih satu-satu itu harakat. :)
Sekarang coba kita baca dalam huruf latin plus terjemahannya, yaa.
Kalimat pertama, dibaca: Afi baitin rajulun? Atau bisa juga dibaca: Afi bait rajul? Artinya: Apakah di
rumah ada orang (laki-laki)?
Kalimat ke 2: Afi baladin raisun? Atau juga bisa dibaca: Afi balad rais? Artinya: Apakah di negara itu ada presiden?
Kalimat ke 3: Afi nihayatin jannatun? Atau bisa dibaca: Afi nihayah jannah? Artinya: Apakah di akherat ada surga?
Nah, pada kalimat ke 3 ini, kalau kata jannah dibuat bahasa Inggris berarti paradise. Diserap ke bahasa Indonesia menjadi Paradis. Kalau dijadikan nama bisa saja ditambahi ‘a’, menjadi paradisa. Atau ditambahi ‘i’ menjadi paradisi. Kalau digabung dengan dua kata sebelumnya dijadikan nama, menjadi: Afi Nihayah Paradisa atau Afi Nihayah Paradisi = Apakah di akherat ada surga.
Keren? atau Horor?
Apakah di akherat ada surga? Kok masih tanya.
Sodara, ini perlu saya bahas. Sebab perintah Allah, “Quu anfusakum wa ahlikum naaran = Jagalah diri dan keluarga kalian dari (siksa) neraka!” Artinya, pastikanlah diri dan keluarga kalian menjadi penghuni surga. Sebab di akherat tidak ada tempat lain, selain surga dan neraka!
Ust. Abrar Rifai
(Pengasuh Pondok Pesantren Babul Khairat Lawang Malang)
Hati" dalam men-share tulisan atau hasil pikiran yang belum jelas kebenarannya.
Kalau hanya menerka saja tanpa Tabayyun kepada yang bersangkutan itu juga akan terjerumus ke fitnah