Fenomena saling menyalahkan atau saling mengkafirkan satu sama lain di tengah-tengah masyarakat Indonesia, sampai saat ini masih seringkali terjadi. Pemicunya terkadang karena perbedaan paham, bahkan karena persoalan yang sifatnya cabang (furu’) dan bukan yang prinsip (ushul) dalam beragama.
Misalnya, di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang sebagian banyak dihuni oleh masyarakat muslim berorganisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang seringkali melakukan amalan-amalan seperti tahlil, yasinan, dibaan, dan seterusnya, oleh sebagian kelompok, utamanya oleh kelompok wahabi ekstrem, dianggap sebagai amalan bid’ah yang sesat dan menyesatkan. Padahal warga nahdliyin memiliki sumber rujukan yang kuat di dalam setiap apa-apa yang mereka lakukan.
Karena itu, untuk menyikapi perbedaan semacam itu, menurut seorang dai kondang pengasuh kajian ‘Hati Bening’, Ustadz Abdullah Sholeh Ali Hadrami, pertama-tama seseorang ketika menghadapi perbedaan amalan, harus mula-mula sadar bahwa dia hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.
“Kita ini harus menyadari, kita ini hidup di mana. Kita hidup di Indonesia. Kita hidup di kota Malang. Kita harus jujur, di sini banyak orang NU; banyak habaib, yang mana di antara para habaib itu, amalan mereka adalah tahlilan dan shalawatan. Mereka melakukan itu pun juga punya argumentasi,” kata Ustadz Sholeh yang selama ini dikenal sebagai salafi moderat dalam sebuah video yang diunggah di akun Youtube oleh seorang netizen bernama muh dho pada 3 Mei 2017 kemarin.
Maka, karena orang-orang NU memiliki rujukan amalan yang jelas kepada ulama-ulama klasik, maka menurut Ustadz Sholeh, kelompok yang berbeda dengan NU, termasuk kelompok dirinya (salafy – red), tidak boleh meributkan masalah tahlil dan shalawatan itu.
“Sehingga kita tidak perlu ribut masalah ini. Ndak perlu ribut; ndak perlu bid’ah-bid’ahkan. Kalau kita nyesat-nyesatkan, berarti kita cari masalah, kita ngajak ribut. Sampai kapan kita mau ribut?” ujar Sholeh di hadapan jamaah pengajiannya.
Sikap yang demikian, lanjut Sholeh, harus diambil kelompoknya, karena yang selama ini diributkan, utamanya amalan orang-orang NU, bukan masalah yang sifatnya prinsip, tetapi masalah cabang yang memang memungkinkan perbedaan pemahaman di dalam beragama.
“Ini bukan masalah yang prinsip. Ini bukan masalah prinsip ya ikhwan. Ini masalah furu’iyah (masalah cabang). Dan mereka punya ulama. Walaupun kesimpulannya kita arus berbeda pendapat,” kata dia.
“Jadi tidak usah memaksakan keyakinan. Agama itu privasi kita dengan Tuhan, dengan Allah. Nggak usah ikut campur urusan agamanya orang lain. Berdakwah boleh. Harus berdakwah. Tapi caranya juga harus santun,” sambungnya.
Pihak yang sering meributkan hal-hal yang sifatnya furu’iyah semacam itu, lanjut Sholeh, karena pelakunya atau yang sering meributkan, tidak memiliki wawasan terhadap kitab-kitab rujukan yang dipakai pihak lain. Karena itu, Sholeh menganjurkan kepada jamaah pengajiannya untuk banyak mengkaji kitab-kitab rujukan yang berbeda dengan kelompoknya.
“Karena itu, saya mengajurkan supaya antum banyak piknik. Piknik bukan jalan-jalan. Piknik ke kitabnya para ulama. Jadi baca kitabnya ulama yang berbeda dengan kita. Tujuannya apa, untuk membuka wawasan. Karena kalau kita hanya satu kitab, nanti kita merasa paling benar sendiri,“ ujar dia.
Menurut Sholeh, hal itu perlu dilakukan, karena akan bisa mengatasi klaim kebenaran miliki sendiri sebagaimana banyak terjadi belakangan ini. Dengan begitu, kelompok yang kurang memiliki wawasan itu, tidak akan lagi mengklaim surga milik mereka pribadi.
“Kalau ada yang mengklaim surga milik pribadi, itu lucu. Ulama sedunia ini banyak,” sebut sosok pengasuh laman kajianislam.net itu.
Sholeh juga menuturkan bahwa selama ini otaknya telah dicuci dengan ajaran-ajaran untuk membenci kelompok lain yang berbeda dengan narasi-narasi bid’ah.
“Saya saat ini sadar, otak kita selama ini diprogram dengan kebencian. Kalau ada kata-kata ahli bid’ah, yang langsung otak kita kemana arahnya yang dibayangkan kita? Kelompok mana? Ayo antum jujur ya ikhwan. Kemana? NU dan habaib. Ini salah,” tegas dia.
“Mereka bukan ahli bidah. Mereka ahlus sunnah wal jamaah. Sama dengan kita. NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Salafi, habaib, ikhwannul muslimin, jamaah tabligh, ini semua ahlus sunnah wal jamaah,” tukasnya.
Sholeh menyatakan demikian, karena dia sudah menyadari bahwa aqidah kelompok-kelompok tadi sama saja dengan apa yang diyakininya. Walaupun ada perbedaaan, tapi hanya sedikit, dan masalah cabang saja.
Video pencerahan dari Ustadz Salafi Abdullah Hadromi; Berhentilah membidahkan amalan orang lain