BUKU 5
6. ARTI MAKNA “ISLAM”
Allah berseru kepada hamba-Nya. (Pahami QS.Al-Insylqaq 84.6).
“Hendaklah engkau menyerahkan kepada Ku dengan sepenuh hatimu, dan menyerah kepada perantara-perantara dengan tubuhnmu; Supaya engkau bersama Ku dengan kemauan kerasmu, dan bersama selain Ku dengan akal budimu.
Maka engkau senantiasa menghimpun kemauan kerasmu atas Ku, tiada bagian bagi selain Ku terhadap dirimu kecuali hanya kehadiranmu bersamanya, dengan akal budimu saja, maka jangan engkau bersukaria atas karunia yang dianugrahkan-Nya kepadamu dan jangan cepat-cepat marah kepada orang yang menyakiti hatimu, jangan pula bermegah karena kejayaanmu dan menepuk dada menyombongkan ilmu pengetahuanmu.
Waspadalah, jangan terperdaya terhadap karunia-Ku dan jangan putus harapan karena Ujian dan cobaan Ku, dan jangan jinak bermanja dengan sesuatu selain Ku”.
“Laksanakan saja apa yang menjadi perintah Ku tanpa menoleh ke belakang, halmu jika demikian sama dengan Malaikat Ku yang berkemauan teguh”.
“Bila negkau berlengah-lengah menanti perintah Ku, sedangkan engkau sudah mengetahui, maka hal yang demikian terang-terangan engkau melanggar perintah Ku”.
7. SEBUTAN “AKU”
“Tidak akan diucapkan kalmiat “AKU” melainkan oleh orang yang berkawan dengan kelengahan dan oleh setiap orang yang terhijab oleh hakikat :
Ku, pesona dunia masih mencengkeram dirimu, masing-masing akan menyambar dirimu dengan seruan kepada zat dirinya, engkau masih saja dalam kegaiban yang kelam daripada Ku.
Maka apabila engkau telah melihat “AKU” dan “Aku” pun telah bernyata di hadapanmu, tetapkan keteguhanmu, maka tiada Aku lagi malinkan “AKU”.
“Telah ku ciptakan untukmu dan untuk sesuatu menjadi tujuan, antara lain tujuan itu adalah “Cintamu kepada dirimu sendiri” itulah tetesan faham (kalimat) yang engkau warisi, kata-katamu “aku” adalah egomu sendiri (AKU berlepas diri dari anggapan yang demikian). Dan tidak lain Zat itu melainkan kepunyaan Ku, dan tidak lain “Aku” itu kecuali untuk Ku semata. AKULAH yang DIA itu AKU, adapun hakikatmu, bukanlah zat dan bukan pula persoalan, hanya sesungguhnya engkau berada pada pembagian yang bersifat wahami (dugaan), hal ini disebabkan karana caramu berpikir dan pencapaianmu pada pendakian jiwa dan persoalan.
Engkau dalam setiap saat terbagi kepada “menyaksikan dan disaksikan”, dua menjadi satu dalam bentuk penyatuan... jiwa yang mencapai dan persoalan yang dicapai... adapun hakikatmu sendiri tersembunyi jauh di balik penyatuan ini, meninggi atasnya, jauh dari segala itu semua. Engkau bukan lagi zat dan penyatuan, tetapi engkau hanyalah roh dari Roh Ku, tiada nisbah bagimu melainkan pada-Ku”.
Engkau tidak mengungkapkan hakikat ini, kecuali di kala terangkat daripadamu tirai penutup dan engkau memandang Ku, ketika itulah lenyap keadaan dirimu yang menyatu, penyatuan yang bersifat serba duga (wahami), lalu engkau menyadari atas hakikat dirimu dan engkau dapati dirimu yang sebenarnya yang bukan zat dan bukan pula dari persoalan, tetapi hanya semurni-murninya roh; yang sederhana (Basithah) satu yang tidak terbagi, (Jauhar) tunggal, meninggi, tiada nisbah melainkan kepada Ku, maka engkau tidak lagi mengulangi dan mengatakan “AKU” tetapi mengatakan “Engkaulah Tuhanku”, dan telah engkau ketahui, bahwa “AKU” adalah untuk Ku semata, dan bahwa engkau adalah hamba Ku”.
Seruan Allah kepada para arifin : Jikau engkau sudah tiba kepada melihat Ku, maka tidak akan ada tuntutan, dan apabila tidak ada tuntutan maka hilanglah sebab, dan jika sebab telah musnah maka tiada lagi nisbah, sempai di sini sirnalah hijab”.