USTAD ADI HIDAYAT ANGKAT BICARA TENTANG KENCING KUCING.
(Jawaban Cerdas Nan Ilmiah Ustad Adi Hidayat,Lc.MA Ketika Ditanya Tentang Kotoran Kucing Di Majelisnya).
Kemarin, Ustad Adi Hidayat mengajar dan memberi kajian di majelis beliau. diantara hadirin ada yang bertanya:
“Ustadz mohon penjelasannya tentang hukum kotoran kucing. Ada seorang Ustadz yang menyatakan bahwa kotoran kucing tidak najis. Sekian terima dan kasih”.
JAWABAN CERDAS USTAD ADI HIDAYAT
Saya belum menemukan ulama yang menyebutkan bahwa kotoran kucing suci. Hadits-hadits yang membahas masalah kucing tidak menyebutkan kotorannya yang suci, melainkan air liurnya.
Hadits yang disampaikan oleh ustadz tersebut benar. Namun cara memahaminya keliru alias SALAH. Kekeliruan tersebut bermula dari dua hal:
PERTAMA;
Hadits tersebut tidak dibaca dengan menggunakan ilmu hadits. Dalam memahami hadits, selain melihat bahasa teks hadits, juga harus melihat asbabul wurudnya.
Hadits kucing yang marak diperbincangkan tersebut setidaknya ada di kitab Sunan Abu Dawud no. 75, di Sunan An-Nasa’i no. 68, dan di Sunan Tirmidzi no. 92. Yang semuanya merujuk pada sahabat Qotadah.
Bermula ketika Qotadah bekunjung ke rumah anaknya. Ketika berwudhu, menantunya keheranan. Karena air yang digunakan adalah bekas minum kucing.
Qotadah berkata, “Apa yang membuatmu heran? Saya pernah mendengar Rasullullah bersabda: “Sesungguhnya kucing itu tidak najis. Karena ia adalah hewan yang selalu bersama dengan kita.”
Hadits tersebut merujuk pada air liur kucing, bukan pada kotorannya. Hal ini dijelaskan pada hadits Abu Dawud no. 76. Yang diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu’anha. Kata Ummul Mukminin ‘Aisyah:
“Saya pernah melihat Rasulullah berwudhu dengan air yang pernah dijilat oleh kucing.”
Hadits tersebut berbica tentang AIR LIUR KUCING bukan kotoran kucing. Sekaligus membedakan antara air liur kucing dengan air liur anjing.
KEDUA;
Sumber referensi yang keliru. Ustadz tersebut membaca cetakan buku yang tidak sesuai dengan manuskrip aslinya.
Di dalam manuskrip asli kitab Al-Ikhtiyaraat halaman 26 di sebutkan bahwa:
وقول الاصحاب الهرة وما دونها من الخلقة
“Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berkata, “Air liur kucing dan binatang yang lebih kecil dari itu, hukumnya adalah suci.”
Bencana bermula ketika manuskrip tersebut disalin ulang tanpa merujuk tulisan aslinya. Sehingga kata “Qoul” (perkataan) berubah menjadi kata “Baul” (kencing). Dan hilangnya kata “Ashab”.
Jadilah ia sebagai berikut:
وبول الهرة وما دونها من الخلقة طاهر
“Kencing kucing dan binatang yang lebih kecil dari itu, hukumnya suci.”
Padahal dalam keterangannya dengan jelas yang dimaksud adalah AIR LIURNYA, BUKAN KENCINGNYA. Oleh karenanya ia masuk dalam pembahasan "Sisa jilatan kucing”.
Selanjutnya: Nasehat Ustadz salafi Untuk Yang Mensucikan Kotoran Kucing
Video Ustadz Adi Hidayat tentang dalil kotoran atau kencing kucing suci atau tidak;
9 comments
Kencing Kucing Najis?
Ditulis oleh: Ustadz DR. Firanda Andirja, MA hafidzahullah
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Sebagian orang dikagetkan dengan pendapat seorang Ustadz bahwa kencing kucing tidaklah najis. Bahkan sebagian orang langsung menjadikan pendapat tersebut sebagai bahan ejekan untuk menjatuhkan sang Ustadz.
Namun ternyata pendapat tentang “Tidak” najisnya kencing kucing adalah pendapat yang cukup kuat dari sisi dalil.
Bahkan pendapat ini dipilih oleh sebagian ulama besar yang dikenal seperti Al-Imam Al-Bukhari dan Asy-Syaukani rahimahumallahu.
Sebelum menyebutkan pendalilan akan “tidak najisnya kencing kucing” ada beberapa perkara yang perlu ditegaskan kembali,
Pertama, Tidak semua yang kotor adalah najis. Contoh ingus, upil, nasi basi, ayam basi, dll. Demikian juga kecing onta dan kotorannya serta kencing kambing dan kotorannya juga tidak najis. Bahkan menurut pendapat yang terkuat bahwa kecing dan kotoran hewan yang bisa dimakan adalah tidak najis meskipun semua orang sepakat akan ke-kotorannya.
Kedua, Tidak semua yang haram dimakan maka otomatis menjadi najis. Contohnya racun. Benda ini haram namun tidak najis. Demikian juga -menurut pendapat yang terkuat- bahwa khomer itu haram namun tidaklah najis.
Ketiga, Tidak ada “ijmak” (kesepakatan) para ulama akan najisnya kencing kucing. Sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hajar rahimahullah.
Al-Imam Al-Bukhari membuat suatu bab dalam shahihnya yang beliau beri judul :
بَابُ أَبْوَالِ الإِبِلِ، وَالدَّوَابِّ، وَالغَنَمِ وَمَرَابِضِهَا
“Bab : (tentang) air kencing onta, hewan-hewan, kambing dan kendangnya”.
Lalu beliau berkata :
وَصَلَّى أَبُو مُوسَى فِي دَارِ البَرِيدِ وَالسِّرْقِينِ، وَالبَرِّيَّةُ إِلَى جَنْبِهِ، فَقَالَ: «هَاهُنَا وَثَمَّ سَوَاءٌ»
“Abu Musa (al-‘Asyari) pernah sholat di rumah al-Bariid (yaitu rumah tempat singgah pengantar surat-surat) dan di As-Sirqiin (yaitu kotoran hewan secara umum), ketika itu tanah lapang ada di samping beliau, lalu beliau mengatakan, “Sholat di sini dan di sana (tanah lapang) sama saja”.
Kemudian Al-Imam Al-Bukhari membawakan hadits tentang kisah ‘Uroniyyin, dimana Nabi menyuruh mereka berobat dengan meminun kencing onta.
Mengomentari hal ini al-Imam Ibnu Hajar berkata,
لَكِنَّ ظَاهِرَ إِيرَادِهِ حَدِيثَ الْعُرَنِيِّينَ يُشْعِرُ بِاخْتِيَارِهِ الطَّهَارَةَ وَيَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ قَوْلُهُ فِي حَدِيثِ صَاحِبِ الْقَبْرِ وَلَمْ يَذْكُرْ سِوَى بَوْل النَّاس وَإِلَى ذَلِك ذهب الشّعبِيّ وبن عُلَيَّةَ وَدَاوُدُ وَغَيْرُهُمْ وَهُوَ يَرُدُّ عَلَى مَنْ نَقَلَ الْإِجْمَاعَ عَلَى نَجَاسَةِ بَوْلِ غَيْرِ الْمَأْكُولِ مُطْلَقًا
“Akan tetapi dzohir dari sikap Al-Bukhari yang membawakan hadits al-‘Uroniiyin mengiysaratkan bahwa beliau (al-Imam Al-Bukhari) memilih bahwa kencing hewan-hewan tersebut suci. Dan ini juga ditunjukan oleh perkataan beliau tentang hadist penghuni kubur (yang diadzab karena najis kecingnya) “Nabi tidak menyebutkan kencing manusia”. Dan inilah pendapat As-Sya’bi, Ibnu ‘Ulayyah, Dawud (az-Dzohiri) dan yang lainnya. Dan ini membantah orang yang menukil tentang ijmak (kesepakatan) ulama akan najisnya kencing hewan yang haram di makan secara mutlak” (Fathul Baari 1/335)
Dalil yang paling kuat akan najisnya kencing hewan yang haram dimakan adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait الرَّوْثَةُ (kotoran). Beliau mengatakan,
إنَّهَا رِكْسٌ
“Itu adalah najis” (sebagaimana dalam hadits ibnu Mas’ud, dan dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa kotoran tersebut adalah kotoran himar, yaitu dalam riwayat Ibnu Khuzaimah,
إنَّهَا رِكْسٌ إنَّهَا رَوْثَةُ حِمَارٍ
“Itu adalah najis, sesungguhnya itu adalah kotoran himar” (lihat Fathul Baari 1/257). Hadits ini nash bahwa kotoran himar najis. Dan الرَّوْثَةُ secara bahasa digunakan untuk menyebut kotoran kuda, bighol, dan himar. (Sementara kuda halal untuk dimakan)
Adapun hewan-hewan yang haram dimakan yang lainnya maka kotorannya juga najis dengan dalil qiyas terhadap kotoran himar dengan kesamaan sama-sama haram dimakan.
Namun qias ini dikritiki oleh Asy-Syaukani, beliau menjelasakan jika ‘illah/sebab yang menjadikan kotoran sesuatu haram adalah karena hewan tersebut haram dimakan ternyata terbantahkan dengan najisnya kotoran jallaalah, padahal jallaalah boleh dimakan, namun kotorannya najis.
Jadi jika terdapat dalil yang menunjukan bahwa kotoran atau kencing hewan tertentu bisa diqiaskan dengan kotoran himar maka diikutkan. Dan jika tidak maka kembali kepada hukum asal yaitu suci.
(Lihat penjelasan Asy-Syaukani di Nailul Authar 1/71)
Dan pendapat ini juga yang dikuatkan dan dipilih oleh Muhammad Ali Adam dalam kitabnya Dzakhiirotul ‘Uqbaa 1/520-522 dan 5/140-141).
Tulisan ini hanya ingin menjelaskan sisi pendalilan al-Imam Asy-Syaukani bukan dalam rangka merajihkan.
Adapun berdalil untuk menyatakan bahwa “kencing kucing tidak najis” dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya kucing itu tidak najis karena dia sering mengelilingi kalian” maka kesimpulan dari dalil ini, kurang kuat. Karena jika jasad sesuatu hewan tidak najis maka tidak menunjukkan kotorannya juga tidak najis. Seperti manusia, tubuhnya suci namun kotorannya najis. Demikian juga himar badannya tidak najis akan tetapi kotorannya najis.
Wallahu a’lam.
Read more https://konsultasisyariah.com/30383-polemik-seputar-hukum-kencing-kucing-najis.html
Ada ulama yg berpendapat bahwa air kencing kucing tdk najis, diantaranya As-Sya’bi, Ibnu ‘Ulayyah, Dawud (az-Dzohiri), Al-Bukhari, Asy-Syaukani, Muhammad Ali Adam
Sumber :
https://konsultasisyariah.com/30383-polemik-seputar-hukum-kencing-kucing-najis.html
Kalian tug cuma bisa copas. Liat dr sisi ke ilmuan, ustad adi hidayat memang dibidang hadist,lah si firanda bidangnya apa? Mikiiir. Contoh, biar lebih ngerti, nurut ente2 apa pantes seorang guru matematik membahas ipa sedangkan udah jelas ada guru ipa yg lebih pantes membahasnya.
Bodoh kok diplihara
Kata Ustad Abu Yahya Badrussalam, kencing kucing itu tidak najis. Walaupun empat imam mazhab sepakat menyatakan najis. Diantara alasan dia, karena Imam Abu Daud Az-Zhahiri berpendapat ia tidak najis. Dalam waktu yang bersamaan, Abu Yahya Badrussalam mengatakan musik itu MUTLAK HARAM. diantara alasannya, karena empat imam mazhab sepakat MENGHARAMKANNYA.
Perhatikan baik-baik. empat Imam Mazhab memang sepakat mengharamkan musik. tapi Abu Daud Az-Zhahiri MEMBOLEHKANNYA. Begitupun Imam Malik dan Imam Al-Ghazali MENGHALALKANYA (selama musik itu bukan maksiat, mengandung syahwat dan munkarot). Dan masih banyak lagi Ulama dan imam-imam kaum muslimin yang tidak mengharamkan musik. Bahkan Imam Ibnul Arabi pun tidak mengharamkannya. Silahkan buka Ahkamul Quran Ibnul Arabi.
Pertanyaan mengganjal dibenak saya, kok bisa dalam masalah kencing kucing Abu Yahya Badrussalam mengambil pendapat Abu Dawud Az-Zhahiri namun dalam masalah musik ia MENOLAK pendapat Abu Daud Az-Zhahiri ? Lantas, Abu Yahya Badrussalam ini mengikuti mazhab apa dalam bab fiqih ? Dan metode apa yang ia tempuh dalam mentarjih pendapat para Ulama?! Semoga bukan “mazhab suka-suka” atau bikin mazhab sendiri ..!?? 😅
#status ringan sambil ngemil coklat diatas kreta menuju Tangerang_
✒_____
Maaher At-Thuwailibi
Kalian ingin dhrgai soal kotoran kucing khilfiyahnya tp qunut lsg d vonis sesat masuk neraka, kalian sehat.....
Jika ingin dhrgaikhilfiyah nya maka hrgai juga khilfiyah orang lain,
Pendapat imam malik..
Beliau ditanya tentang nyanyian, beliau menjawab: “Sesungguhnya yang melakukannya dikalangan kita hanya orang-orang fasik” (riwayat Al Khallal di dalam Al Amru bil Ma’ruf dan Ibnul Jauzi di dalam Talbis Iblis. Dinukil dari Tahrim alat Tharb, 99-100).
Abu Ath Thayyib Ath Thabari berkata, “adapun Malik bin Anas, maka beliau melarang nyanyian dan mendengarkannya. Dan beliau berkata, ‘Jika seseorang membeli budak wanita, lalu dia mendapatinya sebagai penaynyi, maka dia berhak mengembalikannya dengan alasan cacat’. Dan ini merupakan pendapat seluruh penduduk Madinah, kecuali Ibrahim bin Sa’ad saja” (Muntaqan Nafis min Talbis Iblis, 300).
Sumber: https://muslim.or.id/22664-perkataan-para-ulama-tentang-nyanyian-dan-musik.html
Koreksi logika si maheer..
Lagian klo mw dipake logikanya, maka yg beroendapat klo kencing kucing najis dgn alasan berdasarkan kesepakatan seluruh mazhab, maka dia juga konsisten harus mengharamkan musik
Pendapat Malik bin Anas - Ulama besar pendiri mazhab Maliki yang juga murid Imam Jafar as Shadiq ra. Beliau mengatakan soal tasawuf ini dengan kata-kata yang sangat popular hingga saat ini. “Siapa yang bersyariat atau berfiqih tanpa bertasawuf, benar-benar menjadi fasiq. Dan siapa yang bertasawuf tanpa bersyariat (berfiqih) benar-benar zindiq. Siapa yang mengintegrasikan Fiqih dan Tasawuf benar-benar menapaki hakikat kebenaran.
(Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, vol. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan). logikanya jika ingin memakai pendapat imam malik soal nyanyian, semestinya juga mengikuti pandangan beliau dalam bertasawuf.
sudahkah antum belajar tasawuf dari seorang mursyid?