Imam mahzab yang besar Asy-Syafi'i pada suatu malam tidur didekat anak laki-lakinya yang mulai dewasa. Setelah berlalu dua pertiga malam, Imam Syafi'i bangun dari tidurnya hendak melakukan sembahyang Tahajjud.
Setelah beliau selesai mengambil wudhu' dia melihat sejenak kepada putranya yang sedang tidur nyenyak itu. Kelihatan olehnya alat kelamin ( zakar ) anak laki-lakinya itu tegak tegang. Dengan perlahan beliau perbaiki selimut anaknya itu dan beliau terus sembahyang.
Maka pada siang harinya yang terlebih dahulu beliau kerjakan ialah berusaha menemui seorang sahabatnya atau muridnya yang akrab, meminang anak perempuannya buat jodoh putranya.
Dengan tidak banyak kesulitan beliau kawinkanlah anak laki-lakinya itu dengan anak perempuan sahabatnya itu pada siang hari itu juga.
Imam Syafi'i tidaklah memikirkan sebagaiman yang kita fikirkan dizaman sekarang, bagaimana anaknya itu akan mengendalikan rumah tangganya dibelakang hari.
" Ar-Rizqu 'alal-Lah !" Rezeki adalah jaminan Allah.
Itulah semboyan hidup yang beliau pegang teguh, memancar dari iman dan tawakkal. Sebelum anak itu kuat berdiri sendiri, Sang Imam akan membantu anaknya sampai dia sanggup tegak seorang. Namun hutangnya sebagai seorang ayah telah beliau lepaskan. Anaknya sudah dikawinkan, jangan anak itu lama menderita karena tekanan nafsu dan syahwat, yang amat berbahaya bagi perkembangan jiwa selanjutnya.
Sumber: Buya HAMKA dalam buku KENANG2-AN HIDUP