Bagi bapak ini jalan atau akses menuju pedalaman bukanlah sebuah alasan klise yang dibuat-buat untuk menghindari tanggung jawabnya sebagai bangsa Indonesia untuk membantu derita penduduk pedalaman papua. Dia adalah legenda dipedalaman Papua yang tak pernah mengeluh sambil mengatakan " Jalan menuju kesana sangat berat!..." atau ucapan; " Kehidupan disana sangat berat!.." karena ucapan itu adalah sebuah pantangan bagi pemilik jiwa-jiwa besar seperti bapak Tigor Silaban.
Begitu lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 37 tahun lalu, ia sudah memantapkan hati untuk tidak membuka praktik di kota. Ia memilih bekerja di pedalaman Papua, langsung di Oksibil, Puncak Jaya di kawasan Jayawijaya. Untuk mencapainya, saat itu, hanya dengan berjalan kaki selama seminggu dari Wamena -- dan ia melakukan itu berkali-kali sejak pertama tiba.
Bukan medannya saja yang begitu sulit, daerahnya pun dicap merah: penembakan sporadis masih marak di sana. “Tapi saya sudah berjanji kepada Tuhan, kalau saya lulus, saya ingin bekerja di pedalaman Papua, jauh dari Jakarta. Saya ingin menorong orang, dan tidak ingin praktik,” katanya suatu ketika.
Baru bebepa bulan bertugas di Oksibil, ada dokter yang terbunuh. Ia pun diminta pindah, tapi warga setempat marah. Di Oksibil, ia satu-satunya dokter.
Begitulah. Selama puluhan tahun di pedalaman Papua itu, tak terbilang lagi perjalanan yang ditempuhnya berminggu-minggu lamanya sekali perjalanan, dari kampung ke kampung untuk menggapai rumah penduduk yang sakit.
Sampai hari ini, Tigor Silaban masih di Papua. Namanya menjadi legenda di pedalaman. Tidak heran, dalam dirinya mengalir darah legenda lain, arsitek kenamaan yang merancang Masjid Istiqlal -- Friedrich Silaban, ayahnya.
Biografi singkat Tigor Silaban
Tigor Silaban lahir di Bogor, 1 April 1953. Dia merupakan pensiunan PNS di Papua. Tigor merupakan alumnus dari SMA Kanisius Jakarta tahun 1978. Pendidikan kedokteran dia selesaikan di Universitas Indonesia. Sementara S2-nya dia mengambil ilmu Kesehatan Masyarakat di kampus yang sama.
Karir kedokterannya dia habiskan di Papua. Mulai menjadi dokter di kawasan pedalaman, sampai menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan di Kabupaten Jayawijaya sampai tahun 1993. Selama karirnya sebagai dokter, dia sudah mengantungi 38 tanda jasa di bidang kesehatan. Tigor merupakan anak dari Friedrich Silaban, seorang wakil kepala proyek pembangunan Masjid Istiglal. Ayahnya merupakan salah satu tim arsitek Masjid Istiglal.