Banyak orang yang mempertanyakan dalil atau hukum mencium tangan ulama para kiyai, habaib dan orang-orang sholeh. Apakah mencium tangan mereka itu sunnah atau bid'ah. Tak sedikit dari mereka yang mengatakan bahwa mencium tangan ulama itu adalah perbuatan yang tak ada contohnya, bidah, sesat bahkan syirik.
Bagi Islam Ahlussunnah Waljamaah, Mencium tangan ulama adalah sunnah. Banyak hadits dan atsar sahabat yang menerangkan akan perbuatan itu, diantaranya;
Bagi Islam Ahlussunnah Waljamaah, Mencium tangan ulama adalah sunnah. Banyak hadits dan atsar sahabat yang menerangkan akan perbuatan itu, diantaranya;
Bahwa ada dua orang Yahudi sepakat menghadap Rasulullah. Salah seorang dari mereka berkata: “Mari kita pergi menghadap -orang yang mengaku- Nabi ini untuk menanyainya tentang sembilan ayat yang Allah turunkan kepada Nabi Musa”. Tujuan kedua orang Yahudi ini adalah hendak mencari kelemahan Rasulullah, karena beliau adalah seorang yang Ummi (tidak membaca dan tidak menulis). Mereka menganggap bahwa Rasulullah tidak mengetahui tentang sembilan ayat tersebut. Ketika mereka sampai di hadapan Rasulullah dan menanyakan prihal sembilan ayat yang diturunkan kepada Nabi Musa tersebut, maka Rasulullah menjelaskan kepada keduanya secara rinci tidak kurang suatu apapun. Kedua orang Yahudi ini sangat terkejut dan terkagum-kagum dengan penjelasan Rasulullah. Keduanya orang Yahudi ini kemudian langsung mencium kedua tangan Rasulullah dan kakinya. Al-Imam at-Tarmidzi berkata bahwa kulitas hadits ini Hasan Shahih (Lihat Jami’ at-Tirmidzi, Kitab al-Isti’dzan, Bab Ma Ja’a Fi Qublah al-Yad Wa ar-Rijl).
2. Abu asy-Syaikh dan Ibn Mardawaih meriwayatkan dari sahabat Ka’ab ibn Malik, bahwa ia berkata:
“Ketika turun ayat tentang (diterimanya) taubat-ku, aku mendatangi Rasulullah lalu mencium kedua tangan dan kedua lututnya” ( Lihat ad-Durr al-Mantsur, j. 4, h. 314).
3. Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya al-Adab al-Mufrad
Bahwa sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib telah mencium tangan al-‘Abbas ibn ‘Abd al-Muththalib dan kedua kakinya, padahal ‘Ali lebih tinggi derajatnya dari pada al-‘Abbas. Namun karena al-‘Abbas adalah pamannya sendiri dan seorang yang saleh maka dia mencium tangan dan kedua kakinya tersebut (Lihat al-Adab al-Mufrad, h. 328).
4. Demikian juga dengan ‘Abdullah ibn ‘Abbas, salah seorang dari kalangan sahabat yang masih muda ketika Rasulullah meninggal. ‘Abdullah ibn ‘Abbas pergi kepada sebagian sahabat Rasulullah lainnya untuk menuntut ilmu dari mereka. Suatu ketika beliau pergi kepada Zaid ibn Tsabit, salah seorang sahabat senior yang paling banyak menulis wahyu. Saat itu Zaid ibn Tsabit sedang keluar dari rumahnya. Melihat itu, dengan cepat ‘Abdullah ibn ‘Abbas memegang tempat pijakan kaki dari pelana hewan tunggangan Zaid ibn Tsabit. ‘Abdullah ibn ‘Abbas menyongsong Zaid untuk menaiki hewan tunggangannya tersebut. Namun tiba-tiba Zaid ibn Tsabit mencium tangan ‘Abdullah ibn ‘Abbas, karena dia adalah keluarga Rasulullah. Zaid ibn Tsabit berkata: “Seperti inilah kami memperlakukan keluarga Rasulullah”. Padahal Zaid ibn Tsabit jauh lebih tua dari ‘Abdullah ibn ‘Abbas. Atsar ini diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Bakar ibn al-Muqri dalam Juz Taqbil al-Yad.
5. Ibn Sa’d juga meriwayatkan dengan sanad-nya dalam kitab Thabaqat dari ‘Abd ar-Rahman ibn Zaid al-‘Iraqi, bahwa ia berkata: “Kami telah mendatangi Salamah ibn al-Akwa’ di ar-Rabdzah. Lalu ia mengeluarkan tangannya yang besar seperti sepatu kaki unta, kemudian dia berkata: “Dengan tanganku ini aku telah membaiat Rasulullah”. Oleh karenanya lalu kami meraih tangan beliau dan menciumnya” (Lihat Thabaqat Ibn Sa’d, j. 4, h. 229).
6. Juga telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa al-Imam Muslim mencium tangan al-Imam al-Bukhari. Al-Imam Muslim berkata kepadanya:
وَلَوْ أَذِنْتَ لِيْ لَقَبَّلْتُ رِجْلَكَ.“
Seandainya anda mengizinkan pasti aku cium kaki anda” (Lihat at-Taqyid Li Ma’rifah as-Sunan Wa al-Masanid, h. 33).
7. Dalam kitab at-Talkhish al-Habir, al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani menuliskan sebagai berikut:“Tentang masalah mencium tangan ada banyak hadits yang dikumpulkan oleh Abu Bakar ibn al-Muqri, beliau mengumpulkannya dalam satu juz penuh. Di antaranya hadits ‘Abdullah ibn ‘Umar, dalam menceritakan suatu peristiwa di masa Rasulullah, beliau berkata:
فَدَنَوْنَا مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَبَّلْنَا يَدَهُ وَرِجْلَهُ (رواه أبو داود)
“Maka kami mendekat kepada Rasulullah lalu kami cium tangan dan kakinya”. (HR. Abu Dawud)
Di antaranya juga hadits Shafwan ibn ‘Assal, dia berkata: “Ada seorang Yahudi berkata kepada temannya: Mari kita pergi kepada Nabi ini (Muhammad). Kisah lengkapnya seperti tertulis di atas. Kemudian dalam lanjutan hadits ini disebutkan:
فَقَبَّلاَ يَدَهُ وَرِجْلَهُ وَقَالاَ: نَشْـهَدُ أَنَّكَ نَبِيٌّ.
“Maka keduanya mencium tangan Nabi dan kakinya lalu berkata: Kami bersaksi bahwa engkau seorang Nabi”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Para Penulis Kitab-kitab Sunan (al-Imam at-Tirmidzi, al-Imam an-Nasa’i, al-Imam Ibn Majah, dan al-Imam Abu Dawud) dengan sanad yang kuat.
8. Juga hadits az-Zari’, bahwa ia termasuk rombongan utusan ‘Abd al-Qais, bahwa ia berkata:
فَجَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا فَنُقَبِّلُ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.“
Maka kami bergegas turun dari kendaraan kami lalu kami mencium tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam”. (HR. Abu Dawud)
9. Dalam hadits tentang peristiwa al-Ifk (tersebarnya kabar dusta bahwa as-Sayyidah ‘Aisyah berbuat zina) dari ‘Aisyah, bahwa ia berkata: “Abu Bakar berkata kepadaku:
قُوْمِيْ فَقَبِّلِيْ رَأْسَهُ.“
Berdirilah dan cium kepalanya (Rasulullah)”. (HR. Ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir, j. 23, h. 108-114).
10. Dalam kitab sunan yang tiga (Sunan Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa-i) dari ‘Aisyah, bahwa
ia berkata:
مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَشْبَهَ سُمْتًا وَهَدْيَا وَدَلاًّ بِرَسُوْلِ اللهِ مِنْ فَاطِمَةَ، وَكَانَ إِذَا دَخَلَتْ عَلَيْهِ قَامَ إِلَيْهَا فَأَخَذَ بِيَدِهَا فَقَبَّلَهَا وَأَجْلَسَهَا فِيْ مَجْلِسِهِ، وَكَانَتْ إِذَا دَخَلَ عَلَيْهَا قَامَتْ إِلَيْهِ فَأَخَذَتْ بِيَدِهِ فَقَبَّلَتْهُ، وَأَجْلَسَتْهُ فِيْ مَجْلِسِهَا.“
Aku tidak pernah melihat seorangpun lebih mirip dengan Rasulullah dari Fathimah dalam sifatnya, cara hidup dan gerak-geriknya. Ketika Fathimah datang kepada Rasulullah, maka Rasulullah berdiri menyambutnya lalu mengambil tangan Fathimah, kemudian Rasulullah mencium Fathimah dan membawanya duduk di tempat duduk beliau. Dan apabila Rasulullah datang kepada Fathimah, maka Fathimah berdiri menyambutnya lalu mengambil tangan Rasulullah, kemudian mencium Rasulullah, setelah itu ia mempersilahkan beliau duduk di tempatnya”.
Demikian penjelasan al-Hafizh Ibn Hajar dalam kitab at-Talkhish al-Habir.
Dalam hadits yang terakhir disebutkan, juga terdapat dalil tentang kebolehan berdiri untuk menyambut orang yang masuk datang ke suatu tempat, jika memang bertujuan untuk menghormati bukan untuk menyombongkan diri dan menampakkan keangkuhan.