Ghost Fleet dan Bubar 2030: Ada yang Cerdas, Ada yang Cet-das
By Asyari Usman.Kasihan! Banyak yang asal bunyi ketika mengomentari “ceramah” Prabowo Subianto (PS) tentang “Indonesia Bubar 2030”. Dengan kecerdasannya, PS menyampaikan “sci-fi warning” (peringatan sains fiksi) tentang kehebatan RRC (China). Sayang sekali, orang-orang yang well-placed (berposisi hebat) di negara ini tidak mampu menangkap resensi Ghost Fleet (GF) yang dinarasikan oleh PS.
Kasihan! Dari sini ketahuan bahwa para pemimpin politik di negeri ini, para ilmuwan juga, terbenam di dalam “semangat Indonesia tak boleh bubar” tetapi tidak memahami isi dan konteks yang diceritakan oleh kitab novel GF yang ditulis oleh Peter Warren Singer dan August Cole.
Orang di sini memelintir kuliah PS tentang kerentanan Indonesia di masa depan. Mereka, termasuk ketum NasDem, Pak Surya Paloh, menyindir seolah-olah PS mendramatisasikan “penglihatan” Singer tentang bahaya yang mengancam Indonesia. Mereka barangkali menganggap PS mau ambil “political gain” (keuntungan politik) dari novel Ghost Fleet. Atau, mungkin mereka menganggap PS pesimis tentang Indonesia. Atau, bisa jadi juga mereka menganggap PS ingin Indonesia bubar.
Kasihan! Tapi kita bisa paham mengapa mereka asal bunyi. Sebab, Ghost Fleet ditulis untuk orang-orang yang memiliki kecerdasan. Yang memiliki “cyber instinct” (instink dunia maya). Bukan instink untuk korupsi atau instink untuk mengibuli rakyat. Dan, sebagai tambahan, untuk mendapatkan sambungan langsung ke pesan-pesan Ghost Fleet, Anda perlu pula mengerti bahasa Inggris. PS memiliki kualifikasi ini.
Anda, para pencemooh PS, sudah baca Ghost Fleet dalam bahasa Inggris, atau belum? Kalau belum, bisa dicari terjemahannya. Tapi, sebelum dibaca, lebih baik tidak usah berkomentar. Maaf, kawan! Ini tidak berarti kesombongan. Hanya ingin menyarankan agar Anda pahami lebih dulu jalan pikiran Peter Singer tentang “Next World War”. Tentang “Perang Dunia Berikutnya”. Tentang jenis senjata RRC yang akan melumpuhkan Amerika Serikat dalam waktu “dekat” ini.
Singer malah tak banyak menceritakan soal Indonesia berantakan. Saya menduga, Peter Singer memang sejak awal tak menganggap Indonesia harus diperhitungkan. Mungkin karena beliau memperkirakan negara ini tak ada apa-apanya bagi RRC dipandang dari segi mana saja, termasuk kesiapan dalam menghadapi “perang bintang” berbasis cyber technology (teknologi siber).
Singer fokus menceritakan kehebatan RRC dalam menguasai planet ini. Kehebatan itu akan mencapai puncak pada 2030. Kehebatan itu adalah keunggulan teknologi militer dan cyber technology (CT) China. Inilah yang disainsfiksikan oleh penulis Ghost Fleet itu. Mungkin dalam pandangan Singer, RRC akan dengan mudah menguasai Indonesia jika dilihat dari gejala perkembangan CT-nya.
Kasihan! Sebaiknya Anda, para pencemooh PS, buka-buka juga sumber yang tersedia di Internet. Anda akan tahu bahwa Peter Singer itu menulis banyak buku yang menjadi rujukan lembaga-lembaga keamanan nasional Amerika, termasuk Departemen Pertahanan dan jajaran militer. Dia bukan penulis novel biasa. Bukan penulis novel cinta.
Dia pernah menjadi konsultan militer AS, Badan Intelijen Pertahanan, dan juga FBI (kepolisian federal). Dia adalah anggota Komite Penasihat Komunikasi Internasional dan Kebijakan Informasi di Departemen Luar Negeri AS.
Peter Singer (secara kebetulan bisa juga disngkat PS), masuk dalam Top 100 Global Thinkers List (Daftar 100 Pemikir Top Dunia) di majalah Foreign Policy. Dia memberikan perhatian sangat besar pada “cyber war” (perang siber). Dia melihat China akan mengungguli itu. Sebelum menerbitkan Ghost Fleet, Peter Singer menulis “Cybersecurity and Cyberwar: What Everyone Needs To Know” (Keamanan Siber dan Perang Siber: Apa Saja yang Perlu Diketahui Semua Orang).
Jadi, kasihan sekali para pencemooh PS! Anda sangka PS asal bicara. Keliru Anda. PS memahami betul “penglihatan” PS (Peter Singer). Setelah unggul di bidang ekonomi dan bisnis, Ghost Fleet menggambarkan supremasi China di bidang militer dan kemudian teknologi siber (CT). Dinovelkannya, bahwa China akan melumpuhkan armada kapal selam nuklir AS dengan menggunakan teknologi “Cherenkov radition” (detektor kapal selam nuklir). Pasifik barat ada dalam dominasi China.
Setelah itu, China melancarkan serangan siber terhadap AS. Lumpuhlah semua sistem berbasis teknologi canggih termasuk “F-35 Lightning” akibat peredaran microchip bervirus. GPS tak berfungsi. Militer AS kehilangan sejumlah satelit komunikasi dan pengintaian. China dibantu oleh Rusia. Pesawat tempur dan drone Rusia menggempur pangkalan militer AS di Okinawa. Tamatlah riwayat kehadiran militer AS di Jepang. China, dengan bantuan Rusia, menduduki Hawaii. Armada Pasifik AS boleh dikatakan punah.
Itulah yang dibayangkan oleh PS lewat Ghost Fleet, yang kemudian dicerna dengan cerdas oleh PS sambil mengingatkan kita semua tentang ancaman China.
Nah, nyatakah ancaman itu? Peter Singer memiliki pengetahuan yang detail tentang pertahanan dunia. Dia memahami kekuatan dan ambisi China (RRC).
Bagimana dengan Indonesia? Kenapa dikatakan bubar di tahun 2030?
Saking khusuknya mempelajari dan membahas kekuatan RRC, dan kemudian menovelkannya, Singer tidak lagi “menghitung” Indonesia. Dia menganggap negara Nusantara ini sudah duluan menjadi “failed state” (negara gagal) sebelum peristiwa serangan China terhadap AS.
Tetapi, haruskah kita sejalan dengan pikiran Peter Singer? Memang tidak mesti. Saya setuju agar kita selalu optimis tentang masa depan bangsa dan negara ini. Namun, bagi saya pribadi, optimisme itu menjadi “encircled” (terkepung). Terkurung oleh berbagai bentuk korupsi dalam arti luas. Banyak orang yang berada di barisan intelektual kemudian menjadi mangsa korupsi. Mentalitas dan perilaku mereka menjadi koruptif.
Demokrasi kita mengalami pencemaran akibat berbagai macam “abuse of power” (penyalahgunaan kekuasaan). Ada kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif, kekuasaan uang, kekuasaan dinasti, kekuasaan konglomerasi, kekuasaan bisnis, dlsb. Rata-rata bentuk kekuasaan ini telah melakukan perbuatan koruptif sejak puluhan tahun. Semua “abuse” ini akan membawa Indonesia menuju puncak kelemahannya. Peter Singer, kelihatannya, mengisyaratkan bahwa kelemahan itu mencapai klimaks di 2030.
Ini yang merisaukan Prabowo Subianto. Meskipun sifatnya fiksional, tetapi kandungan Ghost Fleet bersandar pada kredibilitas Peter Singer dan August Cole. Pak PS tergerak untuk menceramahkan “Bubar 2030” itu sekadar merangsang kita semua agar memberikan perhatian pada proses “nation building” (pembangunan bangsa) yang sedang kita laksanakan.
Sudah benarkah cara kita melanjutkan “nation building” itu? Tepatkah orang yang menjadi kontraktor utama (main contractor) proyek pembangunan bangsa ini? Tidakkah kontraktor melakukan penipuan dan korupsi? Plus pertanyan-pertanyaan lainnya yang harus dijawab dengan jujur.
Membaca dan memahami Ghost Fleet bisa menjadi pembeda antara orang yang cerdas dan yang “cet-das” (cetek ndas) –alias small-mind, berotak mini.
(Penulis adalah wartawan senior)