Seorang penceramah Wahabi Ustadz Farhan Abu Furaihan kembali mempertontonkan ketidakpahamannya terhadap ilmu agama. Sumbu pendek, begitu julukan umat bagi da'i da'i baru melek di kalangan kelompok "pemegang kunci syorga" tersebut.
Setelah viral beberapa waktu lalu ada ustadz mereka Yazid Jawaz yang mengatakan aksi 212 adalah persatuan Kebon Binatang.
Baca;
Sekarang ada lagi dari kalangan yang mengklaim sebagai pengikut ajaran salafi tersebut yang mencibir reuni Akbar Mujahid 212, Ustadz Farhan Abu Furaihan. Dalam ceramahnya yang viral dia mengatakan;
"Sekarang saya bertanya bukankah Rasulullah SAW telah diberikan kemenangan beberapa jihad. Apakah nabi pernah membuat reuni perang Uhud?Hah? Reuni perang Badar?"
Ia menjelaskan soal perang 300 lawan 1000 orang. Sebanyak 300 orang tanpa senjata lengkap melawan 1000 orang dengan senjata lengkap. Rata-rata dari kaum muslim yang ikut perang adalah ahli perangnya. Panglima-panglima mereka semua turun. Allah berikan kemenangan kepada Nabi.
"Apakah Nabi buat reuni? Hah? Adakah reuni Uhud? Reuni Badar? Reuni perang Hunain?"
Jawaban untuk Ustadz Farhan Abu Furaihah dan para pencibir lainnya tentang Reuni Akbar Mujahid 212
Oleh: Zico Alvriandi
Telah berakhir acara reuni 212 tahun ini (2018) dengan sausana yang luar biasa. Terasa lebih ramai dari tahun 2016.
Sampah-sampah dari acara tersebut telah dipunguti dan dibuang pada tempatnya. Yang tersisa adalah cibiran-cibiran yang tak perlu. Namun tergelitik pula saya untuk "memunguti" cibiran itu dan mencoba meletakkan pada tempatnya.
1. Apakah Rasulullah pernah mencontohkan untuk Reuni?
Kalau pun tidak pernah, kan reuni bukan ibadah yang mesti ada dalilnya. Itu urusan dunia/muamalah/hubungan antara manusia saja yang pada dasarnya adalah boleh selama tak ada larangannya.
Tetapi bukan berarti aktivitas semacam reuni tak pernah disitir dalam hadits sebagai sesuatu yang baik. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut;
“Pernah ada seseorang pergi mengunjungi saudaranya di daerah yang lain. Lalu Allah pun mengutus Malaikat kepadanya di tengah perjalanannya. Ketika mendatanginya, Malaikat tersebut bertanya: “engkau mau kemana?”. Ia menjawab: “aku ingin mengunjungi saudaraku di daerah ini”. Malaikat bertanya: “apakah ada suatu keuntungan yang ingin engkau dapatkan darinya?”. Orang tadi mengatakan: “tidak ada, kecuali karena aku mencintainya karena Allah ‘Azza wa Jalla”. Maka malaikat mengatakan: “sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepadamu untuk mengabarkan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena-Nya“ (HR Muslim no.2567).
Pertemuan yang didasari karena cinta kepada Allah swt, baik itu dinamakan reuni, arisan, hijrah festival, atau pun itu, adalah terpuji.
Saya termasuk di antara yang hadir kemarin karena ingin bertemu saudara-saudara semuslim yang pernah membuktikan ghirohnya kepada agama dua tahun lalu. Saya mencintai mereka yang pernah bersatu di Monas untuk menuntut keadilan karena Al-Qur'an telah dilecehkan seorang tokoh.
Apa yang saya ingin dapatkan dari mereka? Uang Rp 100.000 seperti disinyalir Kapitra? Ah, tidak. Saya cuma ingin mengekspresikan cinta, dan ingin mengkalibrasi ghiroh, atau menyatukan frekuensi semangat, agar lebih bergairah lagi hidup dalam Islam.
2. Reuni 212 bukan ukuran keimanan, dan itu bukan habitat saya.
Benar. Untuk mengetahui kadar keimanan seseorang, hanya Allah swt yang tahu. Hanya saja, acara kemarin adalah ekspresi keimanan. Walau tak bisa diukur seberapa kadarnya, banyak yang hadir kemarin karena memiliki dan dorongan iman.
Makanya ada yang hadir karena kerinduan berukhuwah. Ada juga yang ingin merasakan ghiroh. Ada pula karena ingin mendengar orasi para pemuka agama. Dan lain-lain.
Yang tidak hadir belum tentu tidak beriman. Mungkin dia berniat tapi terhalang udzur. Tak ada keinginan datang pun tak ada masalah. Bahkan da pula peserta dari kalangan non muslim. Semua berpartisipasi karena alasan masing-masing. Dan tiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya.
Lantas, itu habitat apa? Oh... itu kumpulan muslim yang hadir dari berbagai latar belakang. Ada dari keluarga Nahdliyin, pecinta majelis habaib, keluarga Muhammadiyah, Persis, tarbiyah, bahkan orang awam tapi masih mencintai agamanya, dll. Mereka komunitas orang yang ingin dipertemukan kembali di surga nanti.
Kalau Anda merasa tak se-habitat, lantas Anda dari ordo apa?
3. Reuni 212 bukan persatuan umat. Bersatu dalam hal apa? Masih banyak Anak yatim dan dhuafa terbengkalai.
Oh... Anda menolak reuni 212 dikatakan momen persatuan dengan alasan anak yatim banyak yang masih lapar dan miskin. Kami tak menunggu tak ada anak yatim yang miskin baru bersatu.
Ibadah haji mempertemukan jutaan muslim dari berbagai dunia. Tapi ibadah haji tak pernah dilarang selagi masih ada anak yatim yang miskin.
Terima kasih infonya, tapi sebelum diberitahu kami sudah paham permasalahan umat. Insya Allah pelan-pelan dibenahi. Di antara mereka yang hadir kemarin, banyak yang menjadi penyantun tetap anak yatim, penyandang disabilitas, anak dhuafa, dll. Insya Allah pertemuan kemarin akan menguatkan kosehifitas umat untuk menyelesaikan PR yang tersisa.
Momen 212 pada 2 tahun lalu telah berhasil menggeliatkan ekonomi umat dengan lahirnya koperasi 212 mart. Mudah-mudahan sehabis acara kemarin akan ada yayasan-yayasan sosial baru, dan semakin membuat peka hati umat muslim untuk menolong sesamanya.
Segitu dulu cibiran yang bisa saya "punguti".
Berikut:
- Sufi dan Wahabi Bagai Minyak dan Air, Tak Pernah Menyatu
- Jika Ucapan SELAMAT NATAL Tak Merusak Akidah, Tentu Nabi Melakukannya